Jakarta – Tuduhan miring yang ditujukan kepada 12 lembaga survey karena Quick Count pada Pemilihan Presiden 2019 dinilai mengada-ngada dan tidak mendasar. Hal ini disampaikan para akademisi saat talk show ‘Quick Count Di Mata Akdemisi’ yang diadakan Alumni Orange dan Alumni Prodi Abi Unika Atmajaya.
Akademisi Universitas Padjajaran Muradi Clark mengatakan tuduhan-tuduhan terhadap lembaga survey tersebut, memang sengaja dihembuskan salah satu pihak yang menginginkan menang dengan menghalalkan segala cara.
“Ada 3 nasari yang dibangun, yaitu pokoknya harus menang, ada kecurangan dan perang, narasi itu sengaja dihembus untuk membuat ketakutan-ketakutan di masyarakat, sehingga masyarakat kehilangan kepercayaan kepada seluruh elemen penyelenggara pemilu termasuk kepada lembaga survey yang melakukan quick count” ujar Muradi Clark, Rabu (08/05/2019) di Kampus Semanggi Unika Atmajaya Jl. Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat.
Senada dengan Muradi, Akademisi Unika Atmajaya, Daniel Yusmic menyatakan ada pihak yang mengelola narasi-narasi ketakutan yang berupaya mendelegitimasi pelaksanaan pemilu. Katanya, narasi ketakutan sengaja di pelihara, dengan cara menuduh lembaga survey telah dibayar pihak tertentu.
“Ini telah mendown grade sebuah penelitian ilmiah melalui opini-opini yang dibangun. Saya yakin tuduhan itu tidak mendasar, karena kesalahan mungkin saja ada, tapi penilitian tidak pernah berbohong,” jelas Daniel.
Sementara itu Direktur eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Djayadi Hanan menjelaskan Quick Count digunakan pertama kali dilakukan di Indonesia sejak pemilu 2004. Menurutnya, selama ini tidak memiliki masalah yang berarti.
“Quick Count sejak tahun 2004 telah digunakan termasuk di ribuan Pilkada di Indonesia dan tidak pernah ada masalah. Kecuali hasil quick count yang dilakukan oleh 3 lembaga survey yang memenangkan salah satu calon pada pemilihan presiden 2014 lalu,” katanya.
Djayadi mengatakan, hal tersebut menunjukkan bahwa metode ini bisa dipertanggung jawabkan. Sebab, katanya selama dilakukan dengan memakai prinsip-prinsip statistik dan ilmiah.
“Quick Count sendiri harusnya digunakan sebagai pembanding bagi Real Count. Jangan merasa takut untuk membuktikannya secara ilmiah,” tegas Djayadi. (red)