Jakarta – Wakil Ketua DPR RI Bidang Korkesra Abdul Muhaimin Iskandar menyatakan perubahan iklim merupakan ancaman global yang dampaknya akan dirasakan seluruh dunia.
“Bukti sains dan kualitatif yang tidak bisa dibantah bahwa bumi semakin panas, cuaca ekstrem, permukaan air laut naik dan banjir dalam skala yang ekstrem,” kata Muhaimin dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.
Muhaimin menjelaskan perubahan adalah ancaman katastropik (mematikan) bagi keberlanjutan dan kemakmuran semua negara dan semua penduduk dunia.
Hal itu disampaikan Muhaimin saat menghadiri talkshow bersama pelaku usaha di Paviliun Indonesia COP26 UNFCCC Glasgow, Senin, 8 November 2021.
Muhaimin menegaskan Indonesia memiliki kedudukan khusus dan dapat memainkan peran penting dalam mendinginkan suhu bumi. Dia menyebut Indonesia sebagai paru-paru dunia, karena hutan alam dan mangrove akan dan telah menyerap karbon dalam skala raksasa.
Meski demikian, Muhaimin mengakui bahwa sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki kerentanan ekstrem akibat perubahan iklim, naiknya permukaan laut, curah hujan ekstrem dan kegagalan panen. Karena itu, Muhaimin menyatakan perlu solusi-solusi perubahan iklim yang urgen dan mendesak untuk kepentingan Indonesia dan kebutuhan dunia.
“Kita perlu menggunakan pendekatan ‘a whole government’ dan ‘a whole society’ untuk mencapai target peak emission nasional dan carbon net sink FOLU (Forestry and Other Land Use) pada tahun 2030 dan Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat,” kata Muhaimin menegaskan.
Di sisi lain, Gus Muhaimin mengutarakan dua solusi mengatasi perubahan iklim. Pertama, perubahan kebijakan, dan kedua adalah perubahan perilaku. Dua solusi ini disebutnya harus dilaksanakan berbarengan. Perubahan di sisi negara menurut Gus Muhaimin tidak cukup tanpa diimbangi perubahan perilaku masyarakat.
Menurut Muhaimin, perubahannya itu dari sisi supply dan sisi demand. Dengan cara itu, pada tahun 2030, akan ada penambahan sumber energi kita yang bersumber dari matahari, angin dan sumber-sumber energi renewable lainnya.
“Pada tahun 2030, kita akan berhasil menghentikan dan mengurangi deforestasi. Dan dengan cara itu pula, pada tahun 2060 atau lebih cepat, kita sudah dapat meraih target Net Zero,” tutur Muhaimin.
Sementara itu, Dirut Pertamina Power Indonesia Dannif Danu Saputro yang juga hadir dalam kesempatan tersebut memaparkan potensi besar Indonesia sebagai negara kedua penghasil energi panas bumi setelah Amerika Serikat. Anugerah energi panas bumi ini dimiliki Indonesia karena berada di kawasan cincin api atau “ring of fire”.
“Sebesar 40 persen cadangan panas bumi dunia ada di Indonesia. Saya kira sudah waktunya cadangan yang melimpah ini bisa dioptimalkan,” kata Dannif.
Di kesempatan yang sama, Deputy Direktur Corp Affairs APRIL, Dian Novarina memaparkan pentingnya Restorasi Ekosistem Riau sebagai salah satu program restorasi ekosistem terbesar di Indonesia. Menurut Dian, Restorasi Ekosistem Riau ini adalah untuk melindungi, menilai, memulihkan dan mengelola keanekaragaman hayati di kawasan hutan hujan lahan gambut dataran Sunda terbesar yang tersisa di Indonesia.(Ant)